Minggu, 03 Mei 2009

PR Besar bagi Klub Guru “Bangsa”

Artikel ini telah dimuat di http://andaluarbiasa.com pada 28 April 2009

Oleh: E. Setyo Hartono*

Tanggal 11 April 2009 lalu, sebuah organisasi profesi baru, yakni Klub Guru Surakarta diluncurkan. Kehadirannya memang tertinggal jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Surabaya, Malang, dan Bandung. Kehadiran Klub Guru baik di Surakarta ataupun di kota lain tentunya akan menjadi langkah terbaik para guru untuk dapat mengemban misi dan visinya. Saya sangat yakin, bahwa dibentuknya Klub Guru di Surakarta ini bukanlah sekadar ikut-ikutan daerah lain, atau juga bukanlah sebagai proyek terbaru bagi guru-guru.

Klub Guru diharapkan, paling tidak, mampu menjembatani peningkatan kesejahteraan dan profesionalitas guru di masa depan. Akhir-akhir ini, sebelum ada Klub Guru, pemerintah memang sudah mulai memerhatikan kesejahteraan guru. Dari mulai peningkatan gaji guru, sertifikasi, dan lain sebagainya.

Di Malang, Klub Guru juga mampu membuat terobosan baru, yaitu bekerjasama dengan Telkom. Di mana seorang guru dapat memanfaatkan internet melalui Speedy hanya dengan biaya abonemen Rp 50.000 per bulan. Langkah ini memang begitu nyata dan sangat bermanfaat bagi anggota Klub Guru. Saya yakin Klub Guru akan mampu melakukan terobosan baru. Mengingat saat ini perkembangan dunia dan teknologi bergerak begitu cepat dan terbuka, sehingga mau tidak mau seorang guru juga harus berlomba mendapatkan ilmu terbaru secepat mungkin. Bahkan, bisa jadi akan berlomba dengan anak-anak muda yang notabene adalah murid-murid sendiri.

Namun sebaliknya, selain memerhatikan peningkatan kesejahteraan guru, Klub Guru diharapkan juga mampu menjadi penggerak dan motivator sehingga para guru benar-benar menjadi guru yang profesional di bidangnya. Sertifikasi yang sudah dijalankan para guru, alangkah baiknya memerhatikan kebutuhan dari masing-masing guru. Sehingga, tidak asal mengejar sertifikasi yang notabene banyak suara sumbang, bahwa ada kepentingan dan keuntungan materi lain di balik keikutsertaan dalam mengejar sertifikasi.

Guru bangsa yang siap melakukan perubahan

Selain dikenal sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, guru juga merupakan “Guru Bangsa” yang mendedikasikan hidupnya untuk mendidik murid agar mampu menjadi tunas-tunas bangsa yang dapat menjalankan berputarnya roda perjuangan dan kehidupan di negeri ini. Memetik tulisan Satria Darma, salah seorang pakar pendidikan, yang ditulis di Tempo Interaktif (2008), yang mengatakan bahwa guru merupakan pemimpin sejati yang sebenarnya. Gurulah yang memegang peranan sebagai pemimpin perubahan.

Dan, untuk dapat menjadi pemimpin perubahan, guru haruslah melakukan perubahan dulu dari dalam dirinya sendiri. Guru tidak selayaknya meminta pihak mana pun untuk mengubah guru. Perubahan harus datang dari dalam diri guru itu sendiri. Sekali para guru melakukan perubahan dalam dirinya, selanjutnya roda perubahan akan bergerak dengan sendirinya. Guru tidak bergantung pada pemerintah dalam mengelola pendidikan dan justru pemerintahlah yang bergantung pada guru dalam hal ini.

Permasalahan bangsa termasuk masalah pendidikan begitu kompleks, dan mustahil dapat diselesaikan sendiri oleh pemerintah. Ada lebih dari 2,7 juta orang yang menyandang status sebagai guru di negeri ini. Berarti, 2,7 juta orang ini pula yang sebenarnya memegang kunci solusi dari permasalahan bangsa. Jika para guru tersebut dapat menjadi guru bangsa, semua permasalahan bangsa akan dapat terselesaikan dengan mudah.

Menurut pandangan saya, guru memang harus menyelesaikan masalah pendidikan, bukan dilakukan para birokrat. Sependapat dengan Satria Dharma, bahwa pemerintah hanya menjadi lembaga yang mengurus dan mengelola administrasi pendidikan.

Sebagai dosen yang juga merupakan seorang guru, saya sering bertanya dalam hati, apakah saya mampu menjadi guru bangsa bagi negeri ini? Paling tidak, sebagai guru bangsa saya harus menjadi guru yang tidak hanya mentransfer ilmu saya kepada anak didik saya. Tetapi lebih dari itu, yakni memberikan pengabdian dengan hati. Merangkul anak didik agar terjalin hubungan yang baik. Memberikan contoh kehidupan yang baik bagi anak didik. Bukan sebatas mengajar atau memberikan ilmu, tetapi juga mendidik mental, perilsaya, dan kehidupan.

Memahami arti guru bangsa, lalu saya teringat dengan beberapa kejadian pahit yang sempat mencoreng nama dan status guru. Beberapa media massa pernah dihiasi dengan berita-berita tentang kejahatan yang dilakukan oknum guru terhadap anak didiknya. Mulai dari penganiayaan sampai pencabulan. Kalau masih ada guru-guru seperti demikian, lalu akan jadi apa bangsa ini? Selain memiliki tugas yang teramat mulia, tugas guru sangatlah berat. Namun menurut saya, seberat apa pun tugas guru untuk mendidik bangsa ini, jika dilandasi dengan rasa syukur, serta tetap memegang teguh tujuan menjadi guru, pasti tugas ini akan berjalan dengan baik.

Sebagai organisasi profesi, Klub Guru diharapkan akan mampu meningkatkan kompetensi dan profesionalitas guru agar dapat menjadi pelaku perubahan. Jika setiap guru bangsa mampu menyadari dan melakukan perubahan dari diri sendiri, pastilah para pihak lain akan membantu proses berjalannya perubahan. Saya yakin, setiap guru di mana pun guru itu menjalankan profesinya, mau melakukan perubahan yang datang dari dalam diri sendiri, tanpa harus dipaksa atau didorong-dorong. Sebab, pendidikan sebuah bangsa sangat bergantung pada kualitas gurunya.

Klub Guru perlu perjuangkan siswa

Klub guru memang menjembatani peningkatan kesejahteraan serta profesionalitas guru di masa depan. Namun, perlu juga diperhatikan bahwa peningkatan kesejahteraan guru bukan tujuan utama. Ibarat sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Artinya, bersamaan dengan memperjuangkan kesejahteraan guru, para guru juga wajib memperjuangan siswa-siswa. Saya merasa kasihan dengan keadaan anak-anak didik sekarang. Beban pelajaran begitu besar, sementara waktu untuk mempelajarinya terasa begitu sempit. Rasanya sungguh sangat jauh dan berbeda dari keadaan waktu saya masih berstatus sebagai murid.

Perjuangan siswa-siswa sekarang memang banyak dipengaruhi oleh semakin pesatnya perkembangan zaman dan teknologi. Sehingga, mau tidak mau siswa-siswa juga harus mengejarnya agar tidak tertinggal. Tetapi sayangnya, ketika mereka telah letih belajar dan berjuang, mereka harus menghadapi ujian nasional yang pelaksanaannya seakan-akan masih terlalu banyak meninggalkan kesia-siaan.

Bagaimana tidak, mata pelajaran yang dipelajari begitu banyak, sementara yang diujikan tidak semua. Suatu hari, saya mengobrol dengan keponakan yang sedang menghadapi UN SMA. Selama tiga tahun mempelajari beberapa mata pelajaran, tetapi ia begitu kecewa karena yang diujikan tidak semua mata pelajaran. Keponakan saya berkelakar, sambil sedikit protes, kenapa bukan mata pelajaran yang diujikan saja yang diajarkan sehari-hari? “Coba selama tiga tahun saya belajar mata pelajaran yang hanya diujikan di UN. Pasti pikiran saya tidak seberat ini,” ujarnya.

Saya pikir, betul juga keponakan saya itu. Selama ini siswa terlalu banyak beban pelajaran, tetapi yang diujikan tak sebanding jumlahnya. Masalah-masalah seperti ini, saya rasa perlu menjadi agenda Klub Guru. Mungkin, dengan mengurangi jam pelajaran untuk pelajaran yang tidak diujikan, serta menambah jam untuk pelajaran yang diujikan. Pelajaran yang membutuhkan penalaran logika saya rasa lebih diperlukan dibandingkan dengan pelajaran yang membutuhkan banyak hafalan. Mutu pendidikan kita akan dapat dilihat hasilnya melalui penalaran, cara siswa mengutarakan penalaran, logika, serta pendapatnya. Bukan pada kemampuan hafalan-hafalan pelajaran. Saya rasa, catatan ini juga perlu diperjuangkan Klub Guru di mana pun.

Sebenarnya, masih banyak masalah pendidikan di negeri ini yang dapat kita pecahkan, termasuk mahalnya biaya pendidikan, banyaknya guru bantu yang merindukan statusnya diperbaiki, kurangnya kesejahteraan guru swasta, dan masalah-masalah lain. Hadirnya Klub Guru, termasuk di Surakarta, saya yakini akan dapat bersinergi pula bersama PGRI serta organisasi profesi guru lain.

Klub Guru bukanlah pesaing PGRI. Tetapi kehadirannya justru akan membantu dan berjalan seiring dengan PGRI, yaitu meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru. Meskipun terlambat, saya ucapkan selamat atas diluncurkannya Klub Guru di Surakarta. Untuk semua Klub Guru di Indonesia, selamat berjuang menjalankan tugas sebagai GURU BANGSA, yang memerangi KEBODOHAN, KEMALASAN, KETIDAKJUJURAN, DAN KEBERGANTUNGAN.[esh]

* E. Setyo Hartono lahir di Bandung, 25 Februari 1971. Ia adalah dosen Multimedia dan Animasi di STMIK AUB, Solo, dan sejumlah lembaga lainnya di Surakarta. Tinggal di Perum Pondok Karangsari A-11, Jongkang, Buran, Tasikmadu, Karanganyar, Surakarta. Setyo dapat dihubungi melalui telepon 0271- 6820674 atau HP: 08882942374.
VN:F [1.1.8_518]